Berbohong : Antara Kebutuhan Atau Kebiasaan?

Diposting oleh Mumun | 09.08



Bohong atau dusta atau bokis (istilah gaulnya) , bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja.  Kadang dilakukan secara tidak sadar ( bukan gila tapi ya) atau memang secara sadar. Cukup sulit mungkin, menemukan orang yang anti berbohong. Kenapa sulit? Karena dengan cara membohongi orang lain, banyak orang justru bisa bertahan hidup lho. Bagaimana caranya? ya itu tadi….tipu sana dan tipu sini.
Sebenarnya, bohong itu apa?kenapa orang berbohong : karena kebutuhan atau kebiasaan? Atau ada faktor lainnya……………………………….
Anda pasti pernah mengalami, entah melihat atau mendengar sesuatu….yang dikatakan atau diucapkan orang, tapi tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.  Dan anehnya, meskipun orang tersebut  mungkin sadar berbohong, tapi tidak mudah untuk mengakuinya. Dengan berbagai alasan, argumentasi dan bahkan ada juga orang yang dengan mudah “menyebut nama Tuhan” untuk meyakinkan orang lain bahwa dia sedang berkata benar. Naudzubillahmindzalik.
Berbohong sebenarnya, bisa jadi karena kebutuhan. Karena kalau tidak berbohong, mungkin saja orang tersebut akan merasa terpojok akibat ulah atau perbuatannya yang dianggap oleh pihak lainnya sebagai suatu kesalahan. Bisa juga terpaksa berbohong karena dengan berbohong maka orang tersebut bisa mendapatkan apa yang diinginkan.
Berbohong bisa juga karena kebiasaan ( kok bisa ya, punya kebiasaan yang nggak ada manfaatnya?). Yang saya maksud kebiasaan mungkin saja kebohongan dianggap sebagai pelengkap cerita atau obrolan saja. Yahh, sekedar bumbu penyedap cerita, seperti bumbu masak pada masakan mungkin. Karena sudah jadi kebiasaan, jadi kalau tanpa berbohong rasanya ada yang kurang.
Walaupun bagi banyak orang, yang namanya bohong itu dosa, tapi pada perkembangannya, muncul istilah “white lies” . Nah, jenis bohong yang satu ini dianggap sebagai ‘sisi baik’ dari aktivitas bohong. Mengapa dibilang sisi baik? Katanya sih, dibandingkan ‘bohong jenis lain’, hanya bohong inilah yang niat dan tujuannya biasanya baik. Entahlah…soal benar atau tidaknya…mungkin perlu dibuktikan sendiri.
Yang jelas, berbohong itu mungkin saja hal yang tidak dipermasalahkan atau mungkin malahan menyenangkan bagi pelakunya. Tetapi bagaimana dengan korbannya ( maksud saya orang yang dibohongi?). Soal perasaan si korban, tentu saja tidak perlu diragukan lagi, pasti rasanya pun campur aduk. Reaksinya bisa kaget, kecewa dan bahkan marah.  Sangat wajar muncul reaksi seperti itu. Bagaimanapun juga, saat seseorang mempercayai orang lain, pastinya tidak terbersit ragu atau curiga sedikitpun . Jadi begitu dia tau bahwa ia sudah dibohongi rasanya sakiiiiiiit sekali. Kalau diibaratkan orang yang sedang terbang tinggi naik balon udara, sedang asyik-asyiknya terbang, tiba-tiba balonnya meledak….lalu gubrak….balonnya menukik turun. Nah, orang yang ada di dalam balon itu, perasaannya macam-macam, takut mungkin, atau malah sudah pingsan di dalamnya.
Sebagai manusia biasa, anggaplah bohong sebagai khilaf belaka. Tetapi harus benar-benar dipahami, bahwa khilaf adalah hal yang sangat tidak disengaja. Sebab kalau para pelaku kebohongan berlindung dibalik kata ‘khilaf’ , bisa jadi kebohongan akan terus berlanjut. Kebohongan juga ternyata berawal dari hal-hal kecil, yang lama-kelamaan bisa membesar kalau secara terus menerus sengaja dibiarkan atau malah mungkin dikembangbiakkan. Jadi, mulai sekarang, sebaiknya memulai kebiasaan baik…dengan mengatakan hal seperti apa adanya saja, sesuai faktanya sehingga tidak akan muncul kebohongan dan tidak akan ada orang yang merasa jadi korban akibat kebohongan. Kalu sudah begitu, hidup pasti lebih nyaman dan
hmmmmm…..betapa indahnya dunia dan isinya…………………………..


sumber : http://zayaufy.wordpress.com/2011/03/09/berbohong-antara-kebutuhan-atau-kebiasaan/

Relate Post:


Labels:





0 komentar

Posting Komentar

Terima kaseh

Photobucket Photobucket Photobucket